ANTIHISTAMIN II
A.TURUNAN PROPILAMIN
Obat golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihistamin golongan ini merupakan antagonis H1 yang paling aktif. Mereka tidak cenderung membuat kantuk, tetapi beberapa pasien mengalami efek ini. Contoh golongan ini antara lain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin, dan tripolidin.
FARMAKODINAMIKA
Mekanisme kerja chlorpheniramine sebagai antagonis H1, adalah berkompetisi dengan aksi dari histamin endogenus, untuk menduduki reseptor-reseptor normal H1 pada sel-sel efektor di traktus gastrointestinal, pembuluh darah, traktus respiratorius, dan beberapa otot polos lainnya. Efek antagonis terhadap histamin ini akan menyebabkan berkurangnya gejala bersin, mata gatal dan berair, serta pilek pada pasien.
Chlorpheniramine maleat memiliki efek antikolinergik, dan sedatif ringan. Diperkirakan bahwa mekanisme antihistamin obat ini, juga memiliki efek antiemetik, antimotion sickness, dan antivertigo, berhubungan dengan kerja obat dalam memengaruhi antikolinergik pusat. Obat antagonis H1 klasik, dapat menstimulasi dan mendepresi susunan saraf pusat. Chlorpheniramine yang digunakan secara topikal, dapat meredakan pruritus.
FARMAKOKINETIKA
Untuk penjelasan farmakokinetika kita gunakan salah satu contoh golongannya yakni khlorpeniramin maleat.
Absorpsi
Obat chlorpheniramine diabsorpsi baik setelah konsumsi per oral. Bioavailabilitas obat sekitar 25‒50%. Konsentrasi puncak tercapai dalam waktu 2‒3 jam. Masa kerja obat adalah sekitar 4‒6 jam.
Metabolisme
Chlorpheniramine terutama dimetabolisme di hepar, melalui enzim sitokrom P450 (CYP450). Antihistamin H1 merupakan salah satu golongan obat yang menginduksi enzim mikrosomal hepatik, dan dapat memfasilitasi metabolismenya sendiri.
Distribusi
Sekitar 72% chlorpheniramine dalam plasma darah terikat protein.
Eliminasi
Waktu paruh obat dalam plasma darah, bervariasi sekitar 12‒15 jam, hingga mencapai 27 jam. Waktu paruh dapat berdurasi sekitar tiga kali lebih lama daripada efek terapeutiknya. Sebagian besar chlorpheniramine dikeluarkan oleh tubuh, melalui urine.
Chlorpeniramine maleat diabsorpsi baik melalui pemakaian oral, walaupun obat ini mengalami metabolisme substansial pada mukosa gastrointestinal sebelum diabsorpsi dan mengalami reaksi first pass metabolisme di hati. Data menunjukkan sebesar 25 -45% dan 35 - 60% dosis tunggal peroral Chlorpeniramine maleat tablet dan sediaan cair berturut turut melewati sirkulasi sistemik sebagai obat tak berubah (parent drug). Bioavaibilitas sediaan lepas lambat dari obat ini dikurangi dengan membandingkan bioavaibilitas pada sediaan tablet dan cair Chlorpeniramine maleat.
Chlorpeniramine maleat diabsorpsi relatif lambat dari saluaran pencernaan, konsentrasi puncak plasma diketahui sekitar 2,5 sampai 6 jam setelah dosis per oral. Pada orang dewasa dengan fungsi ginjal dan hati yang normal, waktu paruh eliminasi chlorpeniramine maleat yaitu 12 - 43 jam, pada anak – anak dengan fungsi hati dan ginjal yang normal, waktu paruh eliminasinya antara 9,6 13,1 jam. Pada pasien dengan kerusakan ginjal kronis dengan hemodialisis, waktu paruh chlorpeniramine maleat antara 280 - 330 jam.
Chlorpeniramine maleat terdistribusi pada saliva dan sejumlah kecil obat maupun metabolitnya terdistribusi ke empedu. Secara invitro, chlorpeniramine maleat kira – kira terikat pada protein plasma sebesar 69-72%. Chlorpeniramine dan metabolit metabolitnya diekskresi secara lengkap melalui urin. Ekskresi melalui urin dari chlorpeniramine dan metabolit metabolitnya yang merupakan hasil dari N-dealkilasi bervariasi terhadap pH urin dan aliran urin. Penelitian menunjukkan pada orang sehat dengan fungsi ginjal dan hati yang normal menunjukkan 20% dari dosis tunggal peroral diekskresikan melalui sebagai urin dalam bentuk tak berubah, 20% monadesmetilchlomeniramine dan 5% sebagai didesmetilchlorpeniramin.
B.TURUNAN FENOTIAZIN
Fenotiazin merupakan golongan obat antipsikotik, Fenotiazin dibagi ke dalam 3 kelompok (yang perbedaan utamanya terutama pada efek sampingnya), yaitu :
- Alifatik, Fenotiazin alifatik menghasilkan efek sedatif yang kuat, menurunkan tekanan darah, dan mungkin menimbulkan gejala- gejala ekstrapiramıdal (EPS = Extrapyramıdal Symptoms).
- Piperazin, Fenotiazin pıperazin menghasilkan efek sedatif yang sedang, efek antiemetik yang kuat, dan beberapa menurunkan tekanan darah. Obat-obat ini juga menyebabkan timbulnya lebih banyak gejala-gejala ekstrapıramidal dari pada fenotiazin yang lain.
- Piperadın, Fenotiazin piperadin mempunyai efek sedatif yang kuat, menimbulkan sedikit gejala-gejala ekstrapiramidal, dapat menururikan tekanan darah, dan tidak mempunyai efek antiemetik.
Acepromazin adalah agen neuroleptik phenotiazin. Saat ini mekanisme aksi obat ini masih belum dipahami sepenuhnya, phenotiazin memblok post sinaptik reseptor dopamin pada sistem saraf pusat dan juga menghambat pelepasan dan peningkatan kadar dopamin. Digunakan untukanjing dan kucing serta kuda, menghambat post-sinaptic dopaminereseptor dalam SSP menekan sistem dalam tubuh yangmengatur tekanan darah sehinggamenimbulkan hipotensi danbradycardi.
Obat ini menurunkan kecepatan pernafasan tetapi tidak berpengaruh pada gambaran darah (pH atau oxyhemoglobin saturation). Obat ini mempunyai onset yang lamatetapi memiliki durasi yang panjang. Obat ini diperkirakan menekan bagian sistem aktivasi retikuler yang membantu mengontrol temperatur tubuh, metabolisme basal, emesis, kesehatan vasomotor, keseimbangan hormon, dan kesadaran. Ditambah lagi, phenotiazin memiliki derjat bervariasi terhadap efek blok antikonergik, antihistamin, antispasmodik, dan alfa-adrenergik.
Efek utama yang diinginkan dalam penggunaan acepromazin pada penanganan medis veteriner adalah sebagai transquilizer. Ditambah dengan aksi farmakologis yang diberikan acepromazin yang meliputi antiemetik, antispasmodik, dan penanganan hipotermia.
FARMAKOKINETIKA ACEPROMAZINE
Onset yang lama, membutuhkan waktu 15 menit melalui Intravena. Puncaknya menit ke 30-60. Dimetabolisme di hati dan dieliminasimelalui urine. Durasi obat 6-8 jam.
DAFTAR PUSTAKA
Sari,F dan S.W. Yenny. 2018. Antihistamin Terbaru Dibidang Dermatologo. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 7(4) : 61-65.
Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Surabaya : Airlangga University.
Zein, U dan E.E.Newi. 2019. Buku Ajar Ilmu Kesehatan. Hal 172-174. DeePublish, Yogyakarta.
terimakasih materinya cukup menarik, jd saya akan mencoba menjawab permasalahan no 1 Pada saat mengonsumsi obat flu, senyawa antihistamin pada obat akan masuk ke otak dan mengganggu kesadaran tubuh sehingga cenderung menimbulkan rasa kantuk dan sulit berkonsentrasi. Obat flu yang banyak beredar di pasaran biasanya mengandung antihistamin generasi pertama, yaitu antihistamin yang lebih sedatif atau menenangkan. memang antihistamin memiliki efek sedatif tapi tidak untuk waktu jangka panjang rasa kantuk yang disebabkan oleh antihistamin ini hanya berlangsung sementara karena efek dari antihistamin itu sendiri terhadap tubuh jd tidak dapat digunakan sebagai obat sedatif jangka panjang apalagi menggantikannya.
BalasHapusmaterinya bagus terimakasih
BalasHapusWah ilmu nya sangat bermanfaat,jadi lebih mengerti. Thankyouu yaa☺️
BalasHapusArtikelnya menarik dan sangat membantu, terima kasih yaa
BalasHapusBiar pun hari-hari selalu makan nasi, tapi kalau makan bersama keluarga tetap aja rasanya nasi
BalasHapusXixixixi
Curhat dong ma
BalasHapusMantap sekali, terimakasih yaa
BalasHapusArtikel nya sangat membantu sekali
BalasHapusartikelnya sangat bermanfaat
BalasHapusArtikelnya lengkap dan bermanfaat
BalasHapusArtikelnya bagus dan mudah dipahami
BalasHapusArtikelnya sangat bagus dan mudah dipahami, semangat
BalasHapusSangat mudah untuk di pahami
BalasHapusMantap info nya ni sangat bermanfaat sekali
BalasHapusLengkap bgt👍
BalasHapus